Hak
untuk memperoleh pendidikan adalah merupakan hak asasi setiap warga
negara Indonesia. Hak WNI untuk memperoleh pendidikan ini dilindungi
oleh konstitusi yaitu dalam Pasal 28C ayat (1) Amandemen II jo Pasal 31 Amandemen IV UUD 1945:
Pasal 28C ayat [1]
(1). Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
Pasal 31
(1). Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3). Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
(4). Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
(5). Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
TENTANG EKSPLOITASI ANAK ( Mempekerjakan anak di bawah umur )
Sebelumnya, perlu kita lihat definisi anak berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”). Dalam Pasal 1 angka 26 UUK disebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Pada dasarnya, pengusaha dilarang mempekerjakan anak (lihat Pasal 68 UUK). Namun, ketentuan tersebut tidak bersifat mutlak. Ketentuan tersebut dikecualikan dalam beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Bagi
anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima
belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (lihat Pasal 69 ayat [1] UUK). Untuk mempekerjakan anak untuk pekerjaan ringan ini harus ada (lihat Pasal 69 ayat [2] UUK):
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2. Bagi
anak yang berumur sedikitnya 14 (empat belas) tahun, dapat melakukan
pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
(lihat Pasal 70 ayat [1] dan ayat [2] UUK). Pekerjaan yang sesuai
dengan kurikulum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dalam
praktiknya sering disebut Praktik Kerja Lapangan (PKL). Lebih jauh,
simak artikel Praktik Kerja Lapangan.
3. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dengan syarat (lihat Pasal 71 UUK):
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
UUK tidak mengatur secara khusus mengenai mempekerjakan anak berusia 16 (enam belas) tahun. Namun, konsultan hukum ketenagakerjaan Umar Kasim dalam artikel Usia Minimum Kerja menyatakan;
“Untuk anak yang berumur antara 15 s/d 18 tahun sudah dapat dipekerjakan (secara normal/umum) akan tetapi tidak boleh dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan (the worst forms) baik ancaman/bahaya bagi kesehatan maupun keselamatan atau moral si anak. Pada usia ini, anak sudah dianggap cakap (bekwaam) untuk melakukan hubungan kerja tanpa kuasa/wali (Pasal 2 ayat [3] Kepmenakertrans No. Kep-235/Men/2003 dan Konvensi ILO No. 138 serta Konvensi ILO No. 182).”
Sebagai kesimpulan, anak berumur 16 (enam belas) tahun dimungkinkan untuk bekerja sepanjang memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana telah kami paparkan di atas.
Bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam hal mempekerjakan
anak, maka ada sanksi yang dapat dikenakan terhadap pengusaha. Sanksinya
antara lain sebagai berikut:
- Barangsiapa mempekerjakan anak dan melanggar Pasal 68 dan Pasal 69 ayat [2] UUK dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400
juta (lihat Pasal 185 ayat [1] UUK).
- Sedangkan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat [2] UUK dikenakan
sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling
banyak Rp100 juta (lihat Pasal 187 ayat [1] UUK).
Jadi,
bilamana Anda memang mempekerjakan anak dan terbukti melanggar hal-hal
tersebut di atas, maka akan ada sanksi hukum yang dikenakan terhadap
Anda. Oleh karena itu, sebaiknya Anda memastikan bahwa Anda telah
memenuhi syarat-syarat untuk mempekerjakan anak dan tidak melanggar
ketentuan-ketentuan tersebut di atas.
Adapun
mengenai tindak pidana pencurian yang diduga dilakukan oleh si anak,
maka terhadap perbuatan tersebut akan digunakan pasal tentang pencurian
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juga UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 23/2002).
Menurut UU 23/2002 bagi anak yang berkonflik dengan hukum diberikan
perlindungan khusus antara lain berupa penjatuhan sanksi yang tepat
untuk kepentingan yang terbaik bagi anak (lihat Pasal 64 ayat [2] huruf d UU 23/2002)
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
6. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-235/Men/2003 tentang
Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau
Moral Anak.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar