Rabu 21 November 2012
Team KPI mengunjungi PT INTERWOK di desa petemon bojongsari untuk riset tentang sistematis kerja perusahaan yang sudah sesuai dengan UU ketenagakerjaan.ternyata tim kami disambut dengan baik oleh perusahaan dan kami diberikan kesempatan untuk wawancara dengan sekretaris pimpinan perusahaan Yaitu Mba Dwi imawati atau biasa di sapa dengan mba ima.dalam wawancara itu kami dapat suatu kesimpulan bahwa PT INTERWOK sudah sesuai dengan UU ketenagakerjaan walau pun belum 100% namun perusahaan tersebut sudah standar dan diatas rata-rata perusahaan lainnya di Purbalingga.
kami dari tem KPI mengajak kerjasama dengan perusahaan dengan memberikan surat pernyataan kepada PT INTERWOK untuk berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang di mulai dari karyawannya yaitu tentang pengentasan WAJAR 12 tahun .Namun karena Pimpinan perusahaan sedang tidak di tempat, kami diberikan waktu untuk bertemu secara langsung dan khusus di sesi pertemuan berikutnya.
kami dari team KPI hanya ingin menghimbaukan kepada perusahan lain khususnya di Purbalingga untuk mengikuti jejak PT INTERWOK yang sesuai dengan aturan dan dapat berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsanya, setidaknya di mulai dari karyawannya .................
berita selanjutnya akan ditayangkan setelah surat pernyataan partisipasi mencerdaskan kehidupan bangsanya di tandatangani dan kami akan tayangkan............................
Berita ini akan dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait melalui surat dari KPI NEWS untuk memberitahukan keluhan masyarakat yang tertindas.KPI NEWS akan di publikasikan di seluruh Indonesia KPI NEWS MEDIA ONLINE PENGADUAN RAKYAT
Selasa, 20 November 2012
Rabu, 14 November 2012
PARTISIPASI MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA
KPI ( KONSULTAN PENDIDIKAN INDONESIA ) menciptakan trobosan baru dalam pendidikan untuk masyarakat purbalingga dalam perpartisipasi mencerdaskan kehidupan bangsa yaitu dengan membuat program pendidikan murah untuk perguruan tinggi.
STIE TRIBUANA DI PURBALINGGA
Pendaftaran Rp.150.000
SPP Gelombang 1 & 2 Rp 180.000
SPP Gelombang 3 & 4 Rp 200.000
Sistem pendidikan BESCHOL (BUSSNIES ENTERPRENEUR DAN SCHOOLING ) menciptakan lulusan menjadi seorang pengusaha bukan seorang kuli.
Fasilitas
- Gedung khusus bukan nginduk
- Bangku perkuliahan
- Ruang AC
- Multimedia
PROGRAM KEJAR PAKET C
KPI juga menciptakan program paket C untuk membantu program pemerintah tentang wajar 12 tahun.dengan menerapkan konsep pendidikan yang berbeda juga dengan paket C pada umumnya menerapkan sistem pendidikan menyerupai mahasiswa untuk menciptakan siswa yang berkualitas dan dapat berkreasi bersama kegiatan mahasiswa STIE TRIBUANA DI PURBALINGGA
Anda minat CP : 085725044714 Imam S
STIE TRIBUANA DI PURBALINGGA
Pendaftaran Rp.150.000
SPP Gelombang 1 & 2 Rp 180.000
SPP Gelombang 3 & 4 Rp 200.000
Sistem pendidikan BESCHOL (BUSSNIES ENTERPRENEUR DAN SCHOOLING ) menciptakan lulusan menjadi seorang pengusaha bukan seorang kuli.
Fasilitas
- Gedung khusus bukan nginduk
- Bangku perkuliahan
- Ruang AC
- Multimedia
PROGRAM KEJAR PAKET C
KPI juga menciptakan program paket C untuk membantu program pemerintah tentang wajar 12 tahun.dengan menerapkan konsep pendidikan yang berbeda juga dengan paket C pada umumnya menerapkan sistem pendidikan menyerupai mahasiswa untuk menciptakan siswa yang berkualitas dan dapat berkreasi bersama kegiatan mahasiswa STIE TRIBUANA DI PURBALINGGA
Anda minat CP : 085725044714 Imam S
DEWAN PENDIDIKAN INGATKAN SEKOLAH, TIDAK BOLEH ADAKAN PUNGUTAN SISWA BARU
Untuk kesekian kalinya Dewan Pendidikan Kabupaten
Purbalingga mengingatkan sekolah setingkat SD/SMP untuk tidak memungut
biaya apapun dari peserta didik baru. Larangan ini sudah tertuang dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 60 Tahun 2011
tentang Larangan Pungutan Biaya Pendidikan Pada Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama.
Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Purbalingga Sudino
menuturkan, pihak sekolah sudah mengetahui aturan tersebut, karena
sebelumnya telah disosialisasikan kepada semua kepala sekolah.
Larangan memungut biaya pendidikan secara tegas
tertulis dalam pasal 3 Permendikbud tersebut. Pasal ini menegaskan,
sekolah pelaksana wajib belajar dilarang memungut biaya investasi dan
biaya operasional dari peserta didik, orangtua atau walinya.
Larangan ini juga berlaku bagi sekolah yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang telah menerima bantuan operasional.
Bila karena alasan tertentu sekolah harus memungut biaya operasional,
maka harus mendapatkan persetujuan tertulis dari orangtua, wali siswa
didik, komite sekolah dan dinas pendidikan setempat.
Dewan pendidikan berjanji akan meneruskan laporan
pungutan sekolah bila memang di Purbalingga terdapat pelanggaran kepada
Mentri Pendidikan dan kebudayaan.
Sedangkan adanya pungutan sekolah yang dilakukan oleh
SMA sederajat, Sudino mengaku tidak bisa berbuat banyak, karena aturan
Permendikbud hanya diperuntukan bagi sekolah SD/SMP.
SEJARAH PURBALINGGA
Sejarah Purbalingga berawal dari seorang tokoh yang menurut sejarah
menurunkan tokoh-tokoh Bupati Purbalingga yaitu Kyai Arsantaka.
Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.
Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I.
Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.
Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun.
Nama Purbalingga ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitab babat tersebut, rekonstruksi sejarah Purbalingga, juga dilakukan dengan melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia.
Menurut sejarahnya, Purbalingga ternyata pernah menduduki peranan penting pada masa kejayaan kerajaan tempo dulu. Nama Purbalingga erat dengan kisah kejayaan Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Kelima kerajaan itu secara bergantian pernah menguasai Purbalingga sebagai wilayah dudukan.
Hal ini dibuktikan dengan kentalnya pengaruh kebudayaan pada masa itu terhadap sistem kebudayaan masyarakat Purbalingga. Pengaruh tersebut masih dapat dijumpai hingga sekarang. Ada yang berwujud peninggalan benda purbakala (artefak), berupa seni tradisi, sistem religi (upacara adat), dan sebagainya.
Bukti-bukti lain yang berwujud dokumen literer, diantaranya berupa serat atau sastra babad. Sastra Babad masuk dalam genre sastra sejarah yang berkembang di Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia disebut dengan istilah hikayat, dan silsilah. Atau Tambo di Padang dan Lontara di Sulawesi Selatan.
Sejarah Purbalingga terdokumentasi dalam 4 (empat) babad berbeda.
Pertama,
Babad Onje milik S Warnoto – dulu menjabat Carik atau Sekdes Onje, Kecamatan Mrebet- Purbalingga.
Kedua,
Babad Purbalingga, koleksi perpustakaan Museum Sonobudaya Yogyakarta.
Ketiga,
Babad Jambukarang yang diterbitkan Soemodidjojo Mahadewa Yogyakarta tahun 1953.
Keempat,
adalah Babad Banyumas yang tersimpan di Museum Sonobudaya Yogyakarta.
Berdasarkan bukti literer itulah kemudian sejarah Kabupaten Purbalingga direkontruksi. Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Gajah Mada (UGM) yang ditunjuk pemkab Purbalingga untuk melakukan penelitia, membandingkan kata ke-empat babad itu dengan arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang disimpan dalam koleksi Arsip Nasional RI.
Hasilnya disimpulkan (disepakati) bahwa hari jadi Purbalingga jatuh pada tanggal 18 Desember 1830.
Hari jadi Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan melalui Peraturan daerah (Perda) No. 15 tahun 1996, tanggal 19 November 1996 yang jatuh pada tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.
Selanjutnya hari jadi itu diberi candrasengkala “Anggelar Pakarti Sumujuding Hyang Wisesa (1758) dan suryasengkala “Sireping Rananggana Hangesti Praja (1830). / (Hr/RSP)
*Dirangkum dari Buku Sejarah lahirnya Kabupaten Purbalingga (Kerjasama Pemda Kab Dati II
Kyai Arsantaka yang pada masa mudanya bernama Kyai Arsakusuma adalah putra dari Bupati Onje II. Sesudah dewasa diceritakan bahwa kyai Arsakusuma meninggalkan Kadipaten Onje untuk berkelana ke arah timur dan sesampainya di desa Masaran (Sekarang di Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara) diambil anak angkat oleh Kyai Wanakusuma yang masih anak keturunan Kyai Ageng Giring dari Mataram.
Pada tahun 1740 – 1760, Kyai Arsantaka menjadi demang di Kademangan Pagendolan (sekarang termasuk wilayah desa Masaran), suatu wilayah yang masih berada dibawah pemerintahan Karanglewas (sekarang termasuk kecamatan Kutasari, Purbalingga) yang dipimpin oleh Tumenggung Dipayuda I.
Banyak riwayat yang menceritakan tenang heroisme dari Kyai Arsantaka antara lain ketika terjadi perang Jenar, yang merupakan bagian dari perang Mangkubumen, yakni sebuah peperangan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II dikarenakan Pangeran mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakanya yang lemah terhadap kompeni Belanda. Dalam perang jenar ini, Kyai Arsantaka berada didalam pasukan kadipaten Banyumas yang membela Paku Buwono.
Dikarenakan jasa dari Kyai Arsantaka kepada Kadipaten Banyumas pada perang Jenar, maka Adipati banyumas R. Tumenggung Yudanegara mengangkat putra Kyai Arsantaka yang bernama Kyai Arsayuda menjadi menantu. Seiring dengan berjalannya waktu, maka putra Kyai Arsantaka yakni Kyai Arsayuda menjadi Tumenggung Karangwelas dan bergelar Raden Tumenggung Dipayuda III.
Masa masa pemerintahan Kyai Arsayuda dan atas saran dari ayahnya yakni Kyai Arsantaka yang bertindak sebagai penasihat, maka pusat pemerintahan dipindah dari Karanglewas ke desa Purbalingga yang diikuti dengan pembangunan pendapa Kabupaten dan alun-alun.
Nama Purbalingga ini bisa kita dapati didalam kisah-kisah babad. Adapun Kitab babad yang berkaitan dan menyebut Purbalingga diantaranya adalah Babad Onje, Babad Purbalingga, Babad Banyumas dan Babad Jambukarang. Selain dengan empat buah kitab babat tersebut, rekonstruksi sejarah Purbalingga, juga dilakukan dengan melihat arsip-arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang tersimpan dalam koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia.
Menurut sejarahnya, Purbalingga ternyata pernah menduduki peranan penting pada masa kejayaan kerajaan tempo dulu. Nama Purbalingga erat dengan kisah kejayaan Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, dan Mataram. Kelima kerajaan itu secara bergantian pernah menguasai Purbalingga sebagai wilayah dudukan.
Hal ini dibuktikan dengan kentalnya pengaruh kebudayaan pada masa itu terhadap sistem kebudayaan masyarakat Purbalingga. Pengaruh tersebut masih dapat dijumpai hingga sekarang. Ada yang berwujud peninggalan benda purbakala (artefak), berupa seni tradisi, sistem religi (upacara adat), dan sebagainya.
Bukti-bukti lain yang berwujud dokumen literer, diantaranya berupa serat atau sastra babad. Sastra Babad masuk dalam genre sastra sejarah yang berkembang di Jawa, Bali, Madura, dan Lombok. Di Sumatera, Kalimantan dan Malaysia disebut dengan istilah hikayat, dan silsilah. Atau Tambo di Padang dan Lontara di Sulawesi Selatan.
Sejarah Purbalingga terdokumentasi dalam 4 (empat) babad berbeda.
Pertama,
Babad Onje milik S Warnoto – dulu menjabat Carik atau Sekdes Onje, Kecamatan Mrebet- Purbalingga.
Kedua,
Babad Purbalingga, koleksi perpustakaan Museum Sonobudaya Yogyakarta.
Ketiga,
Babad Jambukarang yang diterbitkan Soemodidjojo Mahadewa Yogyakarta tahun 1953.
Keempat,
adalah Babad Banyumas yang tersimpan di Museum Sonobudaya Yogyakarta.
Berdasarkan bukti literer itulah kemudian sejarah Kabupaten Purbalingga direkontruksi. Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Gajah Mada (UGM) yang ditunjuk pemkab Purbalingga untuk melakukan penelitia, membandingkan kata ke-empat babad itu dengan arsip peninggalan Pemerintah Hindia Belanda yang disimpan dalam koleksi Arsip Nasional RI.
Hasilnya disimpulkan (disepakati) bahwa hari jadi Purbalingga jatuh pada tanggal 18 Desember 1830.
Hari jadi Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan melalui Peraturan daerah (Perda) No. 15 tahun 1996, tanggal 19 November 1996 yang jatuh pada tanggal 18 Desember 1830 atau 3 Rajab 1246 Hijriah atau 3 Rajab 1758 Je.
Selanjutnya hari jadi itu diberi candrasengkala “Anggelar Pakarti Sumujuding Hyang Wisesa (1758) dan suryasengkala “Sireping Rananggana Hangesti Praja (1830). / (Hr/RSP)
*Dirangkum dari Buku Sejarah lahirnya Kabupaten Purbalingga (Kerjasama Pemda Kab Dati II
Purbalingga dengan LPM UGM / 1997) dan Buku Kilas Sejarah Purbalingga (Tri Atmo / 2008)
URUTAN BUPATI DI KABUPATEN PURBALINGGA
BUPATI PERTAMA : RADEN TUMENGGUNG DIPOYUDO III
Anak Ki Arsantaka yaitu Ki Arsayuda diangkat menjadi patih Karanglewas mendampingi Raden Ngabehi Dipoyudo II. Tetapi Raden Tumenggung Dipoyudo II tidak lama memimpin Karanglewas karena sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Sebagai gantinya, diangkatlah Ki Arsayuda dengan gelar Raden Tumenggung Dipoyudo III.
Atas petunjuk Ki Arsantaka, pusat pemerintahan yang semula di Karanglewas di pindah ke desa Purbalingga yang dianggap lebih strategis dan subur. Sejak saat itu, Purbalingga sudah lepas dari Banyumas dan berdiri sederajat langsung di bawah pemerintahan pusat di Surakarta.
Tanggal 23 Juli 1759 dibangunlah alun-alun, kantor kabupaten dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pusat pemerintahan di Purbalingga.
Raden Tumenggung Dipoyudo III memerintah tahun 1759 – 1787. Ia mempunyai tiga istri terdiri satu istri Padmi dan dua Istri Selir. Karena dari istri Padmi maupun selir pertama tidak menurunkan putra, sebagai gantinya diangkat putra Nyai Tegalpingen (selir kedua) yang kemudian bergelar Raden Tumenggung Dipokusumo I. Setelah wafat, Raden Tumenggung Dipoyudo III dimakamkan di Makam Arsantaka dukuh Pekuncen Purbalingga Lor.
BUPATI KEDUA : RADEN TUMENGGUNG DIPOKUSUMO I ( 1792 – 1811 )
Sebelum Raden Tumenggung Dipoyudo III menyerahkan jabatan kepada Raden Tumenggung Dipokusumo I, untuk sementara pemerintah sehari-hari diserahkan kepada Raden Yudokusumo dengan pangkat Ngabehi (Bupati Anom). Ia memerintah selama empat tahun yaitu 1778-1782 karena pada saat itu Raden Tumenggung Dipokusumo I belum cukup umur.
Pada tahun 1792 Raden Tumenggung Dipokusumo I resmi menggantikan Raden Yudokusumo. Ia memerintah tahun 1792 – 1811.
BUPATI KETIGA : RADEN MAS TUMENGGUNG BROTOSUDIRO ( 1811 – 1831 )
Sebagai pengganti Raden Tumenggung Dipokusumo I, diangkatlah Raden Mas Danukusumo dengan gelar Raden Mas Tumenggung Brotosudiro. Ia adalah putra pertama dari istri Padmi Raden Ayu Angger, putri Kanjeng Pangeran Haryo Prabuwijoyo I, cucu KGPAA Mengkunegoro I.
Ia memerintah tahun 1811 – 1831. Selama berkuasa, pemerintahannya masih dibawah Pemerintahan Kesunanan Surakarta.
Pada saat Raden Mas Tumenggung Brotosudiro memerintah, terjadi perang Diponegoro dimulai 20 Juli 1825. Perang itu di Purbalingga dikenal dengan sebutan Perang Biting. Perang Biting berakhir tahun 1830 setelah ada kabar bahwa Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda.
Setelah perang Diponegoro berakhir, daerah Banyumas termasuk Purbalingga, dinyatakan lepas dari pemerintahan Kasunanan Surakarta termasuk Yogyakarta dan berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda.Banyumas dinyatakan sebagai daerah Karesidenan.
Penataan wilayah Banyumas disebutkan dalam Besluit Gouverneur Generaal yang diterbitkan di Bogor tanggal 18 Desember 1830 Nomor 1. Isinya pembagian wilayah Banyumas, Bagelen dan Ledhok, hendaknya berdasarkan pada rencana yang telah disiapkan oleh Markus dari hasil perundingan dan pemikiran dengan Van Den Haer, Van Lewick, Van Pabst yang kemudian ditegaskan lewat Beluit tanggal 21 Agustus 1830.
Selanjutnya pada bulan November 1841 atau bulan Syuro 1760, Jendral De Kock mengunjungi Banyumas dan mengadakan konferensi di Sokaraja dengan para Adipati, Ngabehi dan Punggawa yang berjasa dalam perang Diponegoro. De Kock mengumumkan dan menetapkan pemerintahan Karesidenan Banyumas dengan Residen pertama Tuan Stuurler. Wilayah Banyumas dibagi menjadi lima daerah Kabupaten.
1. Kabupaten Banyumas dengan bupati Raden Tumenggung Cokrowedono I, mendapat gelar Adipati dan tetap menjadi Wedono Bupati.
2. Kabupaten Purwokerto dengan bupatinya Raden Ngabehi Brotodimejo yang semula bupati Sokaraja dnegan gelar Raden Tumenggung Brotodimejo.
3. Kabupaten Purbalingga dengan bupati Raden Mas Brotosudiro, Setelah pensiun, digantikan oleh adik kandungnya yaitu Raden Mas Tumenggung Dipokusumo II yang diangkat tanggal 22 Agustus 1830.
4. Kabupaten Banjarnegara dengan bupati Raden Tumenggung Dipayuda IV dari Adireja dan diangkat 22 Agustus 1830.
5. Kabupaten Majenang dengan bupati Raden Tumenggung Prawironegoro berkedudukan di Dayeuhluhur yang kemudian menjadi kabupaten Majenang.
Dari catatan sejarah, Raden Mas Tumenggung Brotosudiro (Bupati Purbalingga ketiga) mengalami dua zaman pemerintahan yakni pemerintahan Kesunanan Surakarta dan pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah wafat, Raden Mas Tumengguang Brotosudiro dimakamkan di pesarean Arsantaka Purbalingga Lor.
Anak Ki Arsantaka yaitu Ki Arsayuda diangkat menjadi patih Karanglewas mendampingi Raden Ngabehi Dipoyudo II. Tetapi Raden Tumenggung Dipoyudo II tidak lama memimpin Karanglewas karena sakit-sakitan dan akhirnya meninggal dunia. Sebagai gantinya, diangkatlah Ki Arsayuda dengan gelar Raden Tumenggung Dipoyudo III.
Atas petunjuk Ki Arsantaka, pusat pemerintahan yang semula di Karanglewas di pindah ke desa Purbalingga yang dianggap lebih strategis dan subur. Sejak saat itu, Purbalingga sudah lepas dari Banyumas dan berdiri sederajat langsung di bawah pemerintahan pusat di Surakarta.
Tanggal 23 Juli 1759 dibangunlah alun-alun, kantor kabupaten dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan pusat pemerintahan di Purbalingga.
Raden Tumenggung Dipoyudo III memerintah tahun 1759 – 1787. Ia mempunyai tiga istri terdiri satu istri Padmi dan dua Istri Selir. Karena dari istri Padmi maupun selir pertama tidak menurunkan putra, sebagai gantinya diangkat putra Nyai Tegalpingen (selir kedua) yang kemudian bergelar Raden Tumenggung Dipokusumo I. Setelah wafat, Raden Tumenggung Dipoyudo III dimakamkan di Makam Arsantaka dukuh Pekuncen Purbalingga Lor.
BUPATI KEDUA : RADEN TUMENGGUNG DIPOKUSUMO I ( 1792 – 1811 )
Sebelum Raden Tumenggung Dipoyudo III menyerahkan jabatan kepada Raden Tumenggung Dipokusumo I, untuk sementara pemerintah sehari-hari diserahkan kepada Raden Yudokusumo dengan pangkat Ngabehi (Bupati Anom). Ia memerintah selama empat tahun yaitu 1778-1782 karena pada saat itu Raden Tumenggung Dipokusumo I belum cukup umur.
Pada tahun 1792 Raden Tumenggung Dipokusumo I resmi menggantikan Raden Yudokusumo. Ia memerintah tahun 1792 – 1811.
BUPATI KETIGA : RADEN MAS TUMENGGUNG BROTOSUDIRO ( 1811 – 1831 )
Sebagai pengganti Raden Tumenggung Dipokusumo I, diangkatlah Raden Mas Danukusumo dengan gelar Raden Mas Tumenggung Brotosudiro. Ia adalah putra pertama dari istri Padmi Raden Ayu Angger, putri Kanjeng Pangeran Haryo Prabuwijoyo I, cucu KGPAA Mengkunegoro I.
Ia memerintah tahun 1811 – 1831. Selama berkuasa, pemerintahannya masih dibawah Pemerintahan Kesunanan Surakarta.
Pada saat Raden Mas Tumenggung Brotosudiro memerintah, terjadi perang Diponegoro dimulai 20 Juli 1825. Perang itu di Purbalingga dikenal dengan sebutan Perang Biting. Perang Biting berakhir tahun 1830 setelah ada kabar bahwa Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda.
Setelah perang Diponegoro berakhir, daerah Banyumas termasuk Purbalingga, dinyatakan lepas dari pemerintahan Kasunanan Surakarta termasuk Yogyakarta dan berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda.Banyumas dinyatakan sebagai daerah Karesidenan.
Penataan wilayah Banyumas disebutkan dalam Besluit Gouverneur Generaal yang diterbitkan di Bogor tanggal 18 Desember 1830 Nomor 1. Isinya pembagian wilayah Banyumas, Bagelen dan Ledhok, hendaknya berdasarkan pada rencana yang telah disiapkan oleh Markus dari hasil perundingan dan pemikiran dengan Van Den Haer, Van Lewick, Van Pabst yang kemudian ditegaskan lewat Beluit tanggal 21 Agustus 1830.
Selanjutnya pada bulan November 1841 atau bulan Syuro 1760, Jendral De Kock mengunjungi Banyumas dan mengadakan konferensi di Sokaraja dengan para Adipati, Ngabehi dan Punggawa yang berjasa dalam perang Diponegoro. De Kock mengumumkan dan menetapkan pemerintahan Karesidenan Banyumas dengan Residen pertama Tuan Stuurler. Wilayah Banyumas dibagi menjadi lima daerah Kabupaten.
1. Kabupaten Banyumas dengan bupati Raden Tumenggung Cokrowedono I, mendapat gelar Adipati dan tetap menjadi Wedono Bupati.
2. Kabupaten Purwokerto dengan bupatinya Raden Ngabehi Brotodimejo yang semula bupati Sokaraja dnegan gelar Raden Tumenggung Brotodimejo.
3. Kabupaten Purbalingga dengan bupati Raden Mas Brotosudiro, Setelah pensiun, digantikan oleh adik kandungnya yaitu Raden Mas Tumenggung Dipokusumo II yang diangkat tanggal 22 Agustus 1830.
4. Kabupaten Banjarnegara dengan bupati Raden Tumenggung Dipayuda IV dari Adireja dan diangkat 22 Agustus 1830.
5. Kabupaten Majenang dengan bupati Raden Tumenggung Prawironegoro berkedudukan di Dayeuhluhur yang kemudian menjadi kabupaten Majenang.
Dari catatan sejarah, Raden Mas Tumenggung Brotosudiro (Bupati Purbalingga ketiga) mengalami dua zaman pemerintahan yakni pemerintahan Kesunanan Surakarta dan pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah wafat, Raden Mas Tumengguang Brotosudiro dimakamkan di pesarean Arsantaka Purbalingga Lor.
BUPATI KEEMPAT : RADEN MAS TUMENGGUNG ADIPATI DIPOKUSUMO II (1831 – 1855 )
Setelah Raden Mas Tumenggung Brotosudiro berhenti karena pensiun,
sebagai pengganti diangkatlah adik kandungnya yaitu Raden mas
tarunokusumo sebagai bupati keempat dengan gelar Raden mas Tumenggung
Dipokusumo II pada tanggal 22 Agustus 1831. Setelah Susuhunan Pakubuwono
V mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada
tanggal 23 Pebruari 1835, ia kembali mendapat gelar Adipati sehingga
memiliki gelar lengkap Raden Mas Tumenggung Adipati Dipokusumo II. Ia
merupakan bupati Purbalingga pertama yang diangkat oleh pemerintah
Hindia Belanda. (Bupati sebelumnya diangkat oleh susuhunan Surakarta).
RMTA Dipokusumo II berhenti karena pension tahun 1855, dan digantikan oleh putranya yaitu Raden Adipati Dipokusumo III (anak dari istri ketiga yaitu Raden Ayu Karangsari).
Setelah RMTA Dipokusumo II wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana desa Kajongan, Bojongsari.
BUPATI KELIMA : RADEN ADIPATI DIPOKUSUMO III ( 1855 – 1868 )
Raden Adipati Dipokusumo III sebelumnya bernama Ngabehi tarunokusumo. Setelah wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana Kajongan, Bojongsari.
BUPATI KEENAM : RADEN ADIPATI DIPOKUSUMO IV ( 1868 – 1883 )
Ia diangkat menjadi bupati keenam dengan besluit tanggal 4 September 1868. Sebelum diangkat menjadi bupati ia menjadi mantra polisi di Purareja (Klampok). Selanjutnya tanggal 1 Mei 1849 menjadi asisten wedono (camat) Sokaraja. Dan tanggal 5 Oktober 1866 menerima besluit sebagai Patih Banyumas.
Setelah wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana Kajongan.
BUPATI KETUJUH : RADEN ADIPATI TUMENGGUNG DIPOKUSUMO V ( 1883 – 1899 )
Pengganti Raden Adipati Dipokusumo IV adalah putra kandungnya sendiri dari istri kedua (putri Embah Haji Mohammad, cucu Tumengguang Selomanik, cicit Pangeran Bayat) yaitu Raden Adipati Tumenggung Dipokusumo V. Ia juga dikenal sebagai Kanjeng Candiwulan.
Raden Adipati Tumenggung Dipokusumo V juga dimakamkan di pemakaman Giri Cendana.
BUPATI KEDELAPAN : KANJENG RADEN ADIPATI ARYO DIPOKUSUMO VI ( 1899 – 1925 )
Setelah Raden Adipati Tumenggung Dipokusumo V berhenti karena pension, digantikan oleh adiknya Raden Darmokusumo. Ia diangkat berdasarkan besluit tanggal 13 September 1899.
Raden Darmokusumo (Dipkusumo VI) dilahirkan di Sokaraja tahun 1852, putra Raden Adipati Dipokusumo IV.
KRA Dipokusumo VI adalah seorang amtenaar (pegawai negeri0 yang sangat disiplin dan jasanya sanat besar bagi pemerintah Hindia Belanda. Sehingga tanggal 26 Agustus 1919 ia mendapat gelar Aryo sehingga nama dan gelarnya menjadi Kanjeng Raden Adipati Aryo (KGPAA) Dipokusumo VI GSOON. (GSOON adalah penghargaan bintang jasa dari pemerintah Hindia Belanda). Ia juga satu satunya bupati Purbalingga yang memperoleh hak menggunakan “song-song jene” (paying mas) sebagai lambing kebesaran.
Setelah wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana.
BUPATI KESEMBILAN : RADEN MAS ADIPATI ARYO SUGONDO ( 1925 – 1949 )
KGPAA Dipokusumo VI GSOON memerintah Purbalingga selama 25 tahun dan berhenti karena pension. Sebagai pengganti diangkat putra sulungnya dari istri padmi (Raden Ayu Sriyati, putrid BRMA Suryoputro, cucu KGPAAMangkunegoro II) yakni Raden Mas Sugondo. Ia diangkat sebagai bupati tanggal 29 Oktober 1925 dengan gelar Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo.
Pada masa pemerintahannya, wilayah Purbalingga dibagi menjadi Tiga kawedanan yakni :
1. Kawedanan Purbalingga (Kec Purbalingga, Kutasari, Kalimanah, Kaligondang dan Kemangkon ).
2. Kawedanan Bobotsari ( Kec Bobotsari, Mrebet, Karanganyar dan Karangreja)
3. Kawedanan Bukateja (Kec Bukateja, Kejobong, Karangmoncol dan Rembang)
Pada masa pemerintahannya juga dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat yang diketuai Bupati. Anggotanya 19 orang (2 orang Belanda, 2 orang bukan Belanda dan bukan pribumi dan 15 orang pribumi).
BUPATI KESEBELAS : MAS SUYOTO
Setelah kemedekaan RI, kedudukan Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo tetap sebagai bupati Purbalingga (ke-sepuluh). Namun beberapa waktu kemudian seorang pejabat karesidenan Banyumas yakni Mas Suyoto ditunjuk sebagai bupati Purbalingga kesebelas. Mas Suyoto menjabat sebsagai bupati hanya sampai pertengahan tahun 1947.
BUPATI KEDUA BELAS : RADEN MAS KARTONO
Dalam situasi dan kondisi yang sangat gawat, pemerintah RI mengangkat Patih Raden Mas Kartono yang sedang bergerilya berjuang bersama TNI sebagai bupati ke dua belas. Ia bermukim di luar kota. Dengan demikian terdapat dua versi bupati yang memerintah Purbalingga yakni Raden Mas Tumengguang Aryo Sugondo versi recomba Belanda dan Raden Mas kartono versi pemerintah RI.
Ini adalah masa berakhirnya bupati keturunan Ki Arsantaka. Selama agresi militer I dan II, RMTA Sugondo dalam melaksanakan pemerintahan merasa tertekan karena tidak diberi kekuasaan sebagaimana mestinya seorang bupati. Sehingga sebelum saatnya pensiun ia mengajukan permohonan berhenti karena kesehatannya tidak mengijinkan. Tanggal 31 Desember 1949, RMTA Sugondo meninggal dan jenasahnya dimakamkan di Giri Cendana.
RMTA Sugondo adalah bupati terakhir dari kleturunan Ki Arsantaka, cikal bakal pendiri kota Purbalingga.
Setelah itu pengangkatan bupati berdasarkan keturunan tidak berlaku lagi tetapi berdasarkan pemilihan oleh DPRD.
RMTA Dipokusumo II berhenti karena pension tahun 1855, dan digantikan oleh putranya yaitu Raden Adipati Dipokusumo III (anak dari istri ketiga yaitu Raden Ayu Karangsari).
Setelah RMTA Dipokusumo II wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana desa Kajongan, Bojongsari.
BUPATI KELIMA : RADEN ADIPATI DIPOKUSUMO III ( 1855 – 1868 )
Raden Adipati Dipokusumo III sebelumnya bernama Ngabehi tarunokusumo. Setelah wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana Kajongan, Bojongsari.
BUPATI KEENAM : RADEN ADIPATI DIPOKUSUMO IV ( 1868 – 1883 )
Ia diangkat menjadi bupati keenam dengan besluit tanggal 4 September 1868. Sebelum diangkat menjadi bupati ia menjadi mantra polisi di Purareja (Klampok). Selanjutnya tanggal 1 Mei 1849 menjadi asisten wedono (camat) Sokaraja. Dan tanggal 5 Oktober 1866 menerima besluit sebagai Patih Banyumas.
Setelah wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana Kajongan.
BUPATI KETUJUH : RADEN ADIPATI TUMENGGUNG DIPOKUSUMO V ( 1883 – 1899 )
Pengganti Raden Adipati Dipokusumo IV adalah putra kandungnya sendiri dari istri kedua (putri Embah Haji Mohammad, cucu Tumengguang Selomanik, cicit Pangeran Bayat) yaitu Raden Adipati Tumenggung Dipokusumo V. Ia juga dikenal sebagai Kanjeng Candiwulan.
Raden Adipati Tumenggung Dipokusumo V juga dimakamkan di pemakaman Giri Cendana.
BUPATI KEDELAPAN : KANJENG RADEN ADIPATI ARYO DIPOKUSUMO VI ( 1899 – 1925 )
Setelah Raden Adipati Tumenggung Dipokusumo V berhenti karena pension, digantikan oleh adiknya Raden Darmokusumo. Ia diangkat berdasarkan besluit tanggal 13 September 1899.
Raden Darmokusumo (Dipkusumo VI) dilahirkan di Sokaraja tahun 1852, putra Raden Adipati Dipokusumo IV.
KRA Dipokusumo VI adalah seorang amtenaar (pegawai negeri0 yang sangat disiplin dan jasanya sanat besar bagi pemerintah Hindia Belanda. Sehingga tanggal 26 Agustus 1919 ia mendapat gelar Aryo sehingga nama dan gelarnya menjadi Kanjeng Raden Adipati Aryo (KGPAA) Dipokusumo VI GSOON. (GSOON adalah penghargaan bintang jasa dari pemerintah Hindia Belanda). Ia juga satu satunya bupati Purbalingga yang memperoleh hak menggunakan “song-song jene” (paying mas) sebagai lambing kebesaran.
Setelah wafat, jenasahnya dimakamkan di pemakaman Giri Cendana.
BUPATI KESEMBILAN : RADEN MAS ADIPATI ARYO SUGONDO ( 1925 – 1949 )
KGPAA Dipokusumo VI GSOON memerintah Purbalingga selama 25 tahun dan berhenti karena pension. Sebagai pengganti diangkat putra sulungnya dari istri padmi (Raden Ayu Sriyati, putrid BRMA Suryoputro, cucu KGPAAMangkunegoro II) yakni Raden Mas Sugondo. Ia diangkat sebagai bupati tanggal 29 Oktober 1925 dengan gelar Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo.
Pada masa pemerintahannya, wilayah Purbalingga dibagi menjadi Tiga kawedanan yakni :
1. Kawedanan Purbalingga (Kec Purbalingga, Kutasari, Kalimanah, Kaligondang dan Kemangkon ).
2. Kawedanan Bobotsari ( Kec Bobotsari, Mrebet, Karanganyar dan Karangreja)
3. Kawedanan Bukateja (Kec Bukateja, Kejobong, Karangmoncol dan Rembang)
Pada masa pemerintahannya juga dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat yang diketuai Bupati. Anggotanya 19 orang (2 orang Belanda, 2 orang bukan Belanda dan bukan pribumi dan 15 orang pribumi).
BUPATI KESEBELAS : MAS SUYOTO
Setelah kemedekaan RI, kedudukan Raden Mas Tumenggung Aryo Sugondo tetap sebagai bupati Purbalingga (ke-sepuluh). Namun beberapa waktu kemudian seorang pejabat karesidenan Banyumas yakni Mas Suyoto ditunjuk sebagai bupati Purbalingga kesebelas. Mas Suyoto menjabat sebsagai bupati hanya sampai pertengahan tahun 1947.
BUPATI KEDUA BELAS : RADEN MAS KARTONO
Dalam situasi dan kondisi yang sangat gawat, pemerintah RI mengangkat Patih Raden Mas Kartono yang sedang bergerilya berjuang bersama TNI sebagai bupati ke dua belas. Ia bermukim di luar kota. Dengan demikian terdapat dua versi bupati yang memerintah Purbalingga yakni Raden Mas Tumengguang Aryo Sugondo versi recomba Belanda dan Raden Mas kartono versi pemerintah RI.
Ini adalah masa berakhirnya bupati keturunan Ki Arsantaka. Selama agresi militer I dan II, RMTA Sugondo dalam melaksanakan pemerintahan merasa tertekan karena tidak diberi kekuasaan sebagaimana mestinya seorang bupati. Sehingga sebelum saatnya pensiun ia mengajukan permohonan berhenti karena kesehatannya tidak mengijinkan. Tanggal 31 Desember 1949, RMTA Sugondo meninggal dan jenasahnya dimakamkan di Giri Cendana.
RMTA Sugondo adalah bupati terakhir dari kleturunan Ki Arsantaka, cikal bakal pendiri kota Purbalingga.
Setelah itu pengangkatan bupati berdasarkan keturunan tidak berlaku lagi tetapi berdasarkan pemilihan oleh DPRD.
RUMUSAN PERMASALAHAN DEDY ( MASIH ADA YANG PEDULI DENGAN KU )
Tripartit |
Senin 12 November 2012
Rumusan permasalahan Dedy Saryanto (
cap ledis PT INDOKORES ) telah sampai pada Tri partit ( Nota kesepakatan )
antara dedy dengan perusahaan yang telah di dampingi oleh Bpk Teguh Arifianto ST.MM dalam
menyelesaikan konflik industrial.dalam kesepakatan itu Bpk Teguh Arifianto
ST.MM adalah sebagai pendamping dedi untuk menengaih permasalahan tersebut
namun dalam perumusan permasalahan yang dialami dedy saryanto banyak sekali
kejanggalan-kejanggalan dan pelanggaran yang dilakukan perusahaan tentang
kontrak dengan karyawan yang tidak jelas,serta tentang upah lembur
yang tidak
sesuai .
Ungkapan-ungkapan
Apa Alasan perusahaan mengeluarkan dedy..?? karena menurut perusahaan pada bulan oktober
absensi dedy jelek dan dapat predikat C ,Absensi menentukan UMK dan Uang lembur
walapun tidak masuk kerja karena sakit tetap masuk penilaian absensi tidak baik
dan dedy adalah karyawan kontrak Ujar
Bpk Endro Personalia indokores
Ungkapan dedy
Saya dapat kabar bulan September bahwa saya mau di PHK maka
dari itu saya sudah tau bahwa mau di PHK jadi saya udah malas untuk kerja.jadi
saya jarang berangkat.saya mulai jarang berangkat ahir-ahir saya mau di PHK
sebelum itu saya kira saya rajin berangkat ya umum seperti karyawan pada
umumnya.
Adakah pengangkatan karyawan tetap di PT Indokores dan
berapa taun pengangkatan itu..??
Ada ,kalau dia sudah bekerja 2-3 taun maka akan di angkat
menjadi karyawan tetap tapi harus bagus absensinya tanpa ada alpanya walaupun alasan
sakit dan tidak berangkat . ujar Bpk
agus pimpinan perusahaan.
Dll
Berdasarkan Bpk Teguh arifianto ST.MM bahwa kasus tersebut
adalah sebuah kasus yang perlu di perhatikan pemerintah karena pelanggaran yang
dilakukan perusahaan banyak sekali meliputi :
1.
Perusahaan melanggar hak asazi manusia
2.
Berdasarkan aturan kepmenakertrans No
102/MEN/VI/2004 Tentang upah lembur
3.
Kompensasi PHK yang tidak sesuai
a.
Perhitungan uang pesangon
5-6 tahun 6 bulan upah
Uang penghargaan 3-6 tahun 2 bulan upah
4.
Alasan PHK dan hak atas pesangon
a.
Mengundurkan diri berhak atas UPH
b.
Pekerja melakukan pelanggaran perjanjian
kerja,perjanjian kerja bersama/peraturan perusahaan berhak atas kompensasi PHK
5.
Pelanggaran perjanjian kontrak berdasarkan pasal
1338 KUHP.kontrak hanya di buat oleh
satu pihak dan pihak kedua tidak diberikan salinan kontrak tersebut dan tidak
bermatre secara peraturan perundang-undangan itu cacat hukum dan tidak sah maka
batal demi hokum
Berdasarkan permasalahan tersebut banyak sekali pelanggaran
perusahaan.apa tindakan pemerintah untuk menangani/menyikapi kasus tersebut
kita tunggu kabar selanjutnya…………………..
Selasa, 13 November 2012
MAHASISWA STIE TRIBUANA DI PURBALINGGA MENCIPTAKAN TROBOSAN BARU DENGAN FORUM DISKUSI YANG MEMBAHAS UU KETENAGA KERJAAN
Sabtu tanggal
10 November 2012 mahasiswa STIE TRIBUANA di purbalingga menciptakan sebuah
trobosan untuk mencari solusi permasalahan masyarakat purbalingga yaitu tentang
penerapan UU KETENAGA KERJAAN di perusahaan-perusahaan khususnya di purbalingga.Antusias
karyawan PT sangat luar biasa walaupun cuaca pada saat itu hujan namun semangat
mereka untuk belajar tentang UU KETENAGAKERJAAN sangat tinggi.Kami dari
mahasiswa STIE TRIBUANA akan terus mengadakan acara seperti ini untuk belajar
bareng dengan masyarakat agar mereka tau
tentang UU KETENAGAKERJAAN ujar Yudi mahasiswa STIE TRIBUANA .Purbalingga perlu perubahan dalam system
aturan kerjanya karena selama ini perusahan tidak menerapkan tentang UU
KETENAGAKERJAAN dan karyawan tidak tau tentang hal itu. sehingga masyarakat purbalingga khususnya sangat di rugikan
.Setelah saya pelajari dampak perubahan karakter dan sikap anak jaman sekarang
yang tidak karuan itu penyebabnya 80% karena orang tua yang terlalu sibuk bekerja di perusahaan yang tidak
menerapkan UU KETENAGAKERJAAN sehingga sering kali mempekerjakan karyawan terlalu berlebihan dan over.maka dari itu kami dari mahasiswa menciptakan trobosan itu
Sabtu, 10 November 2012
KASUS KRIMINAL DI PURBALINGGA
Ayah Cabuli Putri Kandung Hingga 10 Kali
PADAMARA – Perbuatan ini sungguh keterlaluan. Thd (43) warga desa di wilayah Kecamatan Padamara tega menyetubuhi putri kandungnya sendiri, sebut saja Kenanga (15) yang masih berstatus sebagai pelajar di sebuah SMP. Lelaki bejat itu akhirnya ditangkap, Sabtu (3/11) oleh Satuan Reserse dan Kriminal Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, Polres Purbalingga.
PADAMARA – Perbuatan ini sungguh keterlaluan. Thd (43) warga desa di wilayah Kecamatan Padamara tega menyetubuhi putri kandungnya sendiri, sebut saja Kenanga (15) yang masih berstatus sebagai pelajar di sebuah SMP. Lelaki bejat itu akhirnya ditangkap, Sabtu (3/11) oleh Satuan Reserse dan Kriminal Unit Pelayanan Perempuan dan Anak, Polres Purbalingga.
Penangkapan
pelaku atas informasi salah satu anggota keluarga dekat korban yang
enggan namanya dikorankan. Sebelumnya, korban menceritakan kejadian yang
menimpa dirinya akibat perbuatan ayahnya sendiri selama 10 kali.
Dari
pengakuan keluarga korban kepada polisi, perbuatan pelaku pertama kali
dilakukan pada awal tahun 2011 lalu. Korban dipaksa melayani nafsu bejat
pelaku sekitar pukul 04.00 pagi di rumahnya sendiri. Perbuatan itu bisa
leluasa dilakukan karena korban diancam dibunuh jika menolaknya.
Diduga
karena merasa aman, pelaku yang berprofesi sebagai salah satu juru
parkir itu, kembali mengulangi. Hingga akhirnya mulai terbongkar saat
Kamis (1/10) lalu. Korban menceritakan kepada kerabat dekatnya. Kepada
polisi, korban mengakui disetubuhi sekitar 10 kali oleh ayahnya.
“Terakhir
dilakukan pada Kamis (1/11) kemarin sekitar pukul 13.00 di rumah dengan
ancaman,” kata salah satu kerabat dekat korban dihadapan polisi.
Kapolres Purbalingga, AKBP Ferdy Sambo SH SIK MH melalui Kasat Reskrim, AKP Sardji mengatakan, pihaknya menerima laporan dari warga terkait adanya tindak asusila. Yaitu seorang ayah kandung kepada putrinya.
“Sabtu (3/11) kemarin, kami langsung turun melakukan penangkapan,” jelasnya singkat, Minggu (4/11) kepada wartawan.
Sementara
itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku saat ini
meringkuk di ditahanan Mapolres Purbalingga. Pelaku dijerat dengan Pasal
81 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dan Pasal 281 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Peliput
wartawan KPI NEWS
Peliput
wartawan KPI NEWS
Kakek di Karangsentul Diduga Cabuli Bocah SD
PADAMARA – Usia sudah bau tanah,
namun kelakuan kakek Hd (70) warga Kelurahan Karangsentul, Kecamatan
Padamara, Purbalingga (Jateng), sudah sangat kurang ajar. Ia tega
mencabuli tetangganya sendiri sebut saja Mawar (9) di rumah sang kakek.
Ulah
bejat sang kakek diketahui pertama oleh bibi korban yang mengetahui ada
bercak darah di celana dalam keponakannya. Saat itu beberapa hari
setelah kejadian, Mawar sempat mengeluh sakit perut. Namun belum mau
bercerita penyebabnya aslinya.
Sejumlah warga di
sekitar tempat tinggal korban sempat melihat korban bermain di sekitar
rumah pelaku. Karena belum mengetahui penyebab asli ada bercak darah,
maka salah satu teman korban mengatakan kepada anggota keluarga korban
jika pernah dibawa masuk kakek itu.
“Saat itu
bilangnya dia kena sadel atau tempat duduk sepeda onthel. Namun karena
masih curiga, ditambah keterangan rekan korban, maka bibi korban dan
keluarga lainnya berinisiatif mengamankan pelaku. Pelaku digelandang ke
Mapolres Purbalingga,” kata sejumlah warga, Jum’at (6/7/2012).
Kakek korban Kasidi (55) melaporkan secara resmi kepada polisi
jika cucunya itu sempat diminta tiduran di rumah pelaku dan
memelorotkan celananya. Kemudian ditindih satu kali. “Cucu saya juga
sempat diberi uang Rp 3.000 oleh pelaku. Namun dari versi pelaku,
memberikan uang kepada korban Rp 5.000. Dihadapan polisi itu juga
mengaku memberikan uang Rp 5.000,” kata Kasidi.
Kapolres
Purbalingga, AKBP Ferdy Sambo SH SIK MH melalui Kasubag Humas, AKP
Trasmaka mengatakan, saat itu pelaku langsung dibawa ke Mapolres untuk
mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Polisi masih melakukan
penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi.
“Kami telah memeriksa sejumlah saksi-saksi dan pelaku. Saat ini pelaku masih ditahan di sel Mapolres Purbalingga,” katanya.
Pelaku dijerat dengan pasal 81 (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
junto pasal 287 (1). Ancaman hukuman maksimal penjaran mencapai 15
tahun. Saat ini korban juga masih mendapatkan pendampingan dari Unit
Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Purbalingga.
Gadis Asal Sidakangen Digilir 6 Pemuda Toyareka Hingga 3 kali
PURBALINGGA – Sungguh malang nasib Kembang (14/bukan nama sebenarnya) warga Desa Sidakangen,
Kecamatan Kalimanah, Purbalingga. Ia digilir oleh enam pemuda hingga
tiga kali di tempat yang berbeda dalam rentang waktu Juli-Agustus.
Keenam
pelaku berhasil ditangkap oleh polisi setelah keluarga korbam nelapor
kejadian itu pada Minggu (10/9). Keenamnya yaitu Im (20), An (18), Th
(21), Yp (21), Li (18) dan St (20). Semua merupakan warga Desa Toyareka, Kecamatab Kemangkon, Purbalingga.
Dari keterangan Polres Purbalingga, Senin (17/9) menyebutkan, dari pengakuan korban dan pelaku, tindakan asusila itu pertama kali dilakukan pada Juli di kebun jagung Desa Pegandekan, Kecamatan Kemangkon.
Kejadian kedua pada Agustus di belakang penggilingan padi di Desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon. Tak selang berapa hari, para pelaku kembali menyetubuhi korban di kebunjati di Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon.
Kapolres Purbalingga, AKBP Ferdy Sambo melalui Kasubag Humas, AKP Trasmaka mengatakan, kini kasus tersebut sudah ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Purbalingga. “Para pelaku sudah ditangkap dan ditahan di Mapolres,” kata Trasmaka.
Para
pelaku diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dengan jeratan pasal
82 UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anakn serta pasal 290 ke
1e dan Pasal 281 ke 2e KUHP.
Motor dan Pengendara Diculik Usai Mengisi Bensin
KALIMANAH – Perampasan motor dan
penculikan, Sabtu malam (13/10) terjadi di jalur lingkar dekat SPBU
Sambas, Grecol, Kalimanah, Purbalingga. Motor Yamaha Mio milik Andi Mistriono (19) warga Desa Karangreja, Kecamatan Kutasari usai mengisi bensin dirampas sekelompok orang.
Dari laporan salah seorang korban ke polisi, Minggu (14/10) pukul 03.30, diketahui malam itu Andi dan temannya, Restu, warga Desa Limbangan, Kecamatan Kutasari baru saja mengisi bahan bakar di SPBU Sambas.
Belum
jauh SPBU, tiba-tiba keduanya dicegat sekelompok orang menggunakan
mobil Toyota Avanza hitam. Dari dalam mobil tersebut keluar empat orang.
Dua orang merampas motor yang dibawa Adin, lainnya memaksa Adin dan
Restu masuk ke mobil.
“Dua orang itu memaksa kami masuk ke mobil, lalu kami disekap,” kata Andi pada petugas Polsek Kalimanah.
Mobil
tersebut lalu melaju kencang. Setelah beberapa lama di dalam mobil,
Andi diturunkan di wilayah Kecamatan Kebasen. Adapun temannya, Restu,
hingga berita ini diturunkan belum diketahui keberadaannya.
Kapolres Purbalingga AKBP Ferdy Sambo melalui Kapolsek Kalimanah AKP Suripto mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyelidiki kasus tersebut untuk mencari pelaku perampasan itu.
Selasa, 06 November 2012
HAK UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN ADALAH HAK AZAZI MANUSIA
Hak
untuk memperoleh pendidikan adalah merupakan hak asasi setiap warga
negara Indonesia. Hak WNI untuk memperoleh pendidikan ini dilindungi
oleh konstitusi yaitu dalam Pasal 28C ayat (1) Amandemen II jo Pasal 31 Amandemen IV UUD 1945:
Pasal 28C ayat [1]
(1). Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.
Pasal 31
(1). Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3). Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
(4). Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
nasional.
(5). Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
TENTANG EKSPLOITASI ANAK ( Mempekerjakan anak di bawah umur )
Sebelumnya, perlu kita lihat definisi anak berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”). Dalam Pasal 1 angka 26 UUK disebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Pada dasarnya, pengusaha dilarang mempekerjakan anak (lihat Pasal 68 UUK). Namun, ketentuan tersebut tidak bersifat mutlak. Ketentuan tersebut dikecualikan dalam beberapa kondisi sebagai berikut:
1. Bagi
anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima
belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial (lihat Pasal 69 ayat [1] UUK). Untuk mempekerjakan anak untuk pekerjaan ringan ini harus ada (lihat Pasal 69 ayat [2] UUK):
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2. Bagi
anak yang berumur sedikitnya 14 (empat belas) tahun, dapat melakukan
pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
(lihat Pasal 70 ayat [1] dan ayat [2] UUK). Pekerjaan yang sesuai
dengan kurikulum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dalam
praktiknya sering disebut Praktik Kerja Lapangan (PKL). Lebih jauh,
simak artikel Praktik Kerja Lapangan.
3. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya dengan syarat (lihat Pasal 71 UUK):
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
UUK tidak mengatur secara khusus mengenai mempekerjakan anak berusia 16 (enam belas) tahun. Namun, konsultan hukum ketenagakerjaan Umar Kasim dalam artikel Usia Minimum Kerja menyatakan;
“Untuk anak yang berumur antara 15 s/d 18 tahun sudah dapat dipekerjakan (secara normal/umum) akan tetapi tidak boleh dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan (the worst forms) baik ancaman/bahaya bagi kesehatan maupun keselamatan atau moral si anak. Pada usia ini, anak sudah dianggap cakap (bekwaam) untuk melakukan hubungan kerja tanpa kuasa/wali (Pasal 2 ayat [3] Kepmenakertrans No. Kep-235/Men/2003 dan Konvensi ILO No. 138 serta Konvensi ILO No. 182).”
Sebagai kesimpulan, anak berumur 16 (enam belas) tahun dimungkinkan untuk bekerja sepanjang memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana telah kami paparkan di atas.
Bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam hal mempekerjakan
anak, maka ada sanksi yang dapat dikenakan terhadap pengusaha. Sanksinya
antara lain sebagai berikut:
- Barangsiapa mempekerjakan anak dan melanggar Pasal 68 dan Pasal 69 ayat [2] UUK dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400
juta (lihat Pasal 185 ayat [1] UUK).
- Sedangkan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat [2] UUK dikenakan
sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling
banyak Rp100 juta (lihat Pasal 187 ayat [1] UUK).
Jadi,
bilamana Anda memang mempekerjakan anak dan terbukti melanggar hal-hal
tersebut di atas, maka akan ada sanksi hukum yang dikenakan terhadap
Anda. Oleh karena itu, sebaiknya Anda memastikan bahwa Anda telah
memenuhi syarat-syarat untuk mempekerjakan anak dan tidak melanggar
ketentuan-ketentuan tersebut di atas.
Adapun
mengenai tindak pidana pencurian yang diduga dilakukan oleh si anak,
maka terhadap perbuatan tersebut akan digunakan pasal tentang pencurian
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan juga UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 23/2002).
Menurut UU 23/2002 bagi anak yang berkonflik dengan hukum diberikan
perlindungan khusus antara lain berupa penjatuhan sanksi yang tepat
untuk kepentingan yang terbaik bagi anak (lihat Pasal 64 ayat [2] huruf d UU 23/2002)
Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)
6. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-235/Men/2003 tentang
Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau
Moral Anak.
|
Langganan:
Postingan (Atom)